A.
KONSEP
KEPEMIMPINAN SITUASIONAL SEORANG MANAGER
Makna kata “kepemimpinan” erat kaitannya dengan makna kata
“memimpin”. Kata memimpin mengandung
makna Yaitu kemampuan untuk menggerakkan
segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga
dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Suatu kenyataan kehidupan organisasional bahwa pimpinan memainkan peranan yang amat
penting, bahkan dapat dikatakan amat
mnentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Memang benar bahwa pimpinan, baik secara individual maupun kelompok, tidak mungkin
dapat bekerja sendirian. Pimpinan
membutuhkan sekelompok orang lain, yang digerakkan
sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam cara bekerja yang, efisien, efektif,
ekonomis dan produktif.
Dengan kata lain seorang pemimpin harus menunjukkan kemampuan untuk:
ü Pemegang kemudi organisasi yang cekatan dengan
jalan membawa organisasi ke tempat tujuan yang ditetapkan sebelumnya tanpa
melalui terlampau banyak penyimpangan (detour) yang jika terjadi dengan
frekuensi yang tinggi akan mengakibatkan pemborosan dan inefesiensi.
ü Berperan selaku katalisator yang mampu
meningkatkan laju jalannya roda organisasi yang diharapkan terjadi atas dalil
“deret ukur” dan bukan “deret hitung”.
ü Peranan selaku “bapak” terutama di kalangan
anggota organisasi. Sering dalam organisasi baik organisasi swasta maupun
pemerintahterdengar istilah “keluarga besar”, hal ini menunjukkan bahwa dalam
organisasi tersebut telah terjalin hubungan emosional kekeluargaan yang
kondusif dan hangat.
B.
GAYA
KEPEMIMPINAN SITUASIONAL SEORANG MANAGER
Gaya Kepemimpinan seorang manajer beragam macamnya. Gaya Kepemimpinan Situasional merupakan pendekatan
yang sangat efektif, untuk meningkatkan
kreatifitas seorang manajer dalam menghadapi
suatu masalah tergantung situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan situasional adalah perilaku dan gaya kepemimpinan bersifat situasional. Dimana pimpinan atau
seorang manajer harus menyesuaikan
responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan karyawan, serta memberikan sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional. Gaya
kepemimpinan ini mempunyai manfaat, yaitu
pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan
kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau
memberi motivasiorang lain atau
bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu
terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya
kepemimpinannya.Pemimpin
berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer
memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat (”managers are people who do things right and leaders are people
who do the right thing, “).
Kepemimpinan memastikan tangga yang kita
daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga
seefisien mungkin. Setiap orang memiliki
bakat sendiri-sendiri. Setiap orang juga memiliki kemampuan untuk bisa bergerak maju mendapatkan apa yang mereka mau, dan juga apa yang diinginkan oleh
organisasi. Pemimpin sejati memberikan
dorongan dari belakang, tetap mengarahkan agar sesuai
tujuan, dan mampu memastikan bahwa orang-orang di dalam organisasi bekerja sesuai dengan arah dan strategi yang telah ditetapkan. Perilaku kepemimpinan memiliki
ciri-ciri pokok, yaitu:
ü perilaku instruktif; komunikasi satu arah,
pimpinan membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat.
ü perilaku konsultatif; pemimpin masih memberikan
instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan
komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pemimpin mau
mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang pengambilan keputusan, bantuan
terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.
ü perilaku partisipatif; kontrol atas pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan seimbang,
pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan, komunikasi dua arah makin meningkat, pemimpin makin mendengarkan
secara intensif terhadap bawahannya, keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan
pengambilan keputusan makin bertambah.
ü perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan
masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan
keputusan seluruhnya. kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan
langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan bawahan diberi wewenang
untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusan sendiri Dimanapun
posisinya, dan apapun perannya akan tetap saling mendukung dan menopang.
Ada empat respon kepemimpinan yang sering diterapkan yaitu :
1.
Memberikan
arahan yaitu kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan,
minat dan komitmenya. Sementara itu,
organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar manajer memainkan
peran directive yang tinggi, member
saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.
2.
Bersahabat
(Friendly) yaitu pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,
takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur
tugas dengan tanggungjawab karyawan. Selain itu, manajer harus menemukan
hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi, serta masalah-masalah yang
dihadapi karyawan. Pada kondisi karyawan sudah mulai mampu mengerjakan
tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu perasaan timbulnya over confident.
Kondisi ini, memungkinkan karyawan menghadapi permasalahan baru yang muncul.
Masalah-masalah baru yang muncul tersebut, seringkali menjadikannya putus asa.
Oleh karena itu, setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya
menjual. Dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
3.
Setia
Kawan (Kebersamaan) yaitu gaya kepemimpinan ini adalah respon manajer yang
harus diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak memiliki
kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan
mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang
keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah
dan secara aktif mendengarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para
bawahan/pengikutnya.
4.
Tegas
yaitu pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap
sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan
untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan
dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak
terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
C.
Implementasi
Pendekatan Situasional Seorang Manajer
Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba
untuk mengukur atau memperkirakan
ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan
garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional. Pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi merupakan
suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan
pandangan yang berpendapat bahwa tiap
organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan situasional bukan hanya
merupakan hal yangpenting bagi
kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan, tetapi membantu pula cara pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk
menilai situasi yang bermacam-macam
dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi. Peranan pemimpin harus dipertimbangkan
dalam hubungan dengan situasi dimana
peranan itu dilaksanakan. Pendekatan
situasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan Dalam implementasinya, pendekatan yang dilakukan akan berdampak positif dan bersifat tepat
sasaran. Walaupun organisasi
menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi.Disarankan
agar manajer memainkan peran directive yang tinggi,
memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu,tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi
antara atasan dan bawahan. Komunikasi
dua arah menuntut keahlian manajemen
puncak mencerna informasi yang disampaikan para manajer dan karyawan, terutama keluh kesah mereka (bottom-up) dan keahlian menyampaikan informasi dari pucuk
pimpinan perusahaan ke seluruh manajer
dan karyawan (top-down). Sementara itu,komunikasi
tatap muka menuntut manajemen puncak meluangkan waktuberkunjung ke lokasi kerja manajer dan karyawan.
Kunjungan ini sangat
bermanfaat bagi kelancaran komunikasi
dua arah, serta memompa semangat
kerja manajer dan karyawan ditentukan
tidak oleh sifat kepribadian individu-individu,
melainkan oleh persyaratan situasi sosial. Dalam kaitan
ini Sutisna menyatakan bahwa “kepemimpinan” adalah hasil dari hubungan-hubungan
dalam situasi sosial, dan dalam situasi berbeda
para pemimpin memperlihatan sifat
kepribadian yang berlainan.
Jadi, pemimpin dalam situasi yang satu mungkin tidak sama dengan tipe pemimpin dalam situasi yang lain dimana keadaan dan faktor-faktor sosial berbeda.
Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa
pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan
yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
Sementara Fattah berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan
antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap
dan persepsiDidalam Pendekatan situasional ini, seorang manajer dituntut
keberaniannya mengambil risiko dan kesediaan
menerima kenyataan yang pahit sekalipun.
Kesewenang-kewenangan manajemen puncak terhadap manajer dan karyawan dapat dicegah, serta keputusan-keputusan
dapat diambil dengan mempertimbangkan
kepentingan semua pihak (stakeholder).
SUMBER
;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar