Sanksi Perdata Jaksa
Pasal 8
(1) Jaksa diangkat dan
diberhentikan oleh Jaksa Agung.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab
menurut saluran hierarki.
(3) Demi keadilan dan kebenaran
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan
keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan
norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta
senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka
pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap
jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.
Pasal 9
(1) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi
jaksa adalah: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; d. berijazah paling rendah sarjana hukum; e. berumur
paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima)
tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan
tidak tercela; dan h. pegawai negeri sipil.
(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan
pelatihan pembentukan jaksa.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara, syarat, atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 10
(1) Sebelum memangku jabatannya,
jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Jaksa
Agung.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik
Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia. bahwa saya
senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan,
serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan
sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak
membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan
akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Esa, masyarakat, bangsa, dan negara. bahwa saya
senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh
campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya. bahwa saya dengan
sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
sesuatu apapun kepada siapa pun juga. bahwa saya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung
atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian“.
Pasal 11
(1) Kecuali ditentukan lain oleh
Undang-Undang ini, jaksa dilarang merangkap menjadi:
a. pengusaha, pengurus atau
karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta; b. advokat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan
atau pekerjaan yang dilarang dirangkap selain jabatan atau pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Jaksa diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya karena:
a. permintaan sendiri;
b. sakit jasmani atau rohani
terus-menerus;
c. telah mencapai usia 62 (enam
puluh dua) tahun;
d. meninggal dunia;
e. tidak cakap dalam menjalankan
tugas.
Pasal 13
(1) Jaksa diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah
melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. terus menerus melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
c. melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11;
d. melanggar sumpah atau janji
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
(2) melakukan perbuatan tercela.
(3) Pengusulan pemberhentian tidak dengan
hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf
d, dan huruf e dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Jaksa.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Jaksa, serta
tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 14
(1) Jaksa yang diberhentikan
tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai
pegawai negeri sipil.
(2) Sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
(3) Setelah seorang jaksa diberhentikan
sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri.
Pasal 15
(1) Apabila terdapat perintah
penangkapan yang diikuti dengan penahanan terhadap seorang jaksa, dengan
sendirinya jaksa yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Jaksa Agung.
(2) Dalam hal jaksa dituntut di
muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tanpa ditahan,
jaksa dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan
pemberhentian sementara, serta hak-hak jabatan fungsional jaksa yang terkena
pemberhentian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Ketentuan mengenai tunjangan
jabatan fungsional jaksa diatur dengan Peraturan Presiden.
Sumber ;